| 0 komentar ]
Jakarta - Usai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) terkait pemberian fasilitas tax holiday rampung, industri yang masuk dalam PP 62 serta masuk dalam sektor pemberian tax holiday harus pilih salah satu fasilitas pajak yang diterimanya. Plt Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Bambang Brodjonegoro menyatakan saat ini aturan terkait tax holiday masih dalam proses koordinasi dengan berbagai pihak terkait.
"Tax holiday memang belum. Sekarang lagi dikoordinasi. Koordinasi dulu. Sudah selesai, cuma koordinasi dulu," ujarnya saat ditemui di DPR RI, Jakarta, Selasa (21/6/2011) malam.

Menurut Bambang, dalam aturan itu nantinya industri yang akan menerima fasilitas tax holiday akan terbagi dalam beberapa sektor.

"Pasti ada (sektor) dong, kan selektif. Pertama kategori hukum dan lain-lain lah. Yang kedua kita beri selektif dengan kategori industri pionir," jelasnya.

Untuk perusahaan yang telah mendapat fasilitas perpajakan dalam revisi Peraturan Pemerintah (PP) 62 Tahun 2008 tentang Insentif Pajak Penghasilan (PPh) untuk Investasi Bidang Usaha Tertentu dan Wilayah Tertentu, Bambang menyatakan perusahaan tersebut harus memilih fasilitas pajak yang akan diambilnya.

"Kalau pun ada, dia harus pilih salah satu. Gak boleh dua-duanya. Misal disebut dua-duanya, tapi kalau ketika mau aplikasi fasilitas pajak, dia harus pilih salah satu. Itu untuk satu sektor yang terima dua-duanya," jelasnya.

Bambang menegaskan pemberian tax holiday tersebut hanya sebagai pemanis. Pasalnya, fasilitas pajak baik di tanah air maupun di luar negeri, tidak menjadi faktor utama pendorong investasi.

"Tax holiday itu di luar negeri itu hanya sweetener, jadi bukan itu yang membuat investor datang ke Thailand, Singapura, yang lain-lain. Ya mungkin untuk industri yang marginnya berat-berat ada sweetener. Baru pakai itu yang namanya tax holiday," pungkasnya.

Sumber : detikfinance.com
SELENGKAPNYA - Industri Harus Pilih Jenis Keringanan Fasilitas Pajaknya
| 0 komentar ]
VIVAnews - Direktorat Jenderal Pajak mencatat jumlah piutang pajak hingga Mei 2011 mencapai Rp54 triliun. Namun, pemerintah mengaku kesulitan menagih dan menghapuskan piutang pajak ini.
Mente... ri Keuangan Agus Martowardojo menyatakan, piutang pajak tersebut merupakan kumulatif tagihan pajak di Indonesia yang di dalamnya termasuk tagihan Pajak Bumi dan Bagunan (PBB) dan lain sebagainya.

"Itu secara fokus dan sistematis akan segera kami tangani, tetapi tentu perlu waktu dan strategi yang tepat. Itu sudah menjadi suatu yang perlu diwaspadai di kementerian," kata Agus, Senin.

Menkeu pun mengaku akan menindak tegas para penunggak pajak yang tidak benar. Sedangkan mengenai penghapusan pajak, pemerintah akan mempertimbangkannya.

"Tentu kita tidak akan membicarakan tentang penghapusan pajak.  Tidak mudah kita lakukan penghapusan pajak dan harus diupayakan yang baik," ujar Agus.

Menkeu juga menjelaskan, jika piutang negara jumlahnya mencapai Rp100 miliar, pemerintah yang masih menangani. Namun, jika telah di atas Rp100 miliar, bolanya ada di tangan  DPR.


Sumber : VIVAnews.com
SELENGKAPNYA - Menkeu : Tak Mudah Hapus Piutang Pajak
| 0 komentar ]
Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah merampungkan kajiannya mengenai peradilan pajak. Pagi ini, KPK mengundang Menteri Keuangan Agus Martowardojo terkait pemaparan kajian tersebut.
"Menkeu sudah confirm akan hadir di KPK. Nanti dari pihak KPK ada Ketua KPK Busyro Muqoddas, didampingi pak Chandra M Hamzah," terang jubir KPK Johan Budi SP saat dihubungi, Jumat (17/6/2011).

Johan mengatakan, pada pemaparan penyelenggaraan peradilan pajak ini, KPK akan menyampaikan sejumlah poin positif dan negatif. Pada poin yang dianggap masih perlu ditingkatkan pelaksanaannya, KPK akan meminta action plan kepada Kemenkeu untuk melakukan pembenahan.

"Seperti pemaparan kajian KPK selama ini. Nanti akan diikuti dengan action plan," terang Johan.

Pelaksanaan peradilan pajak dalam beberapa waktu terakhir memang tengah menjadi sorotan. Munculnya, kasus Gayus Tambunan, membuat publik sadar akan adanya mafia perpajakan di peradilan pajak. Gayus yang merupakan petugas banding Ditjen Pajak, melakukan kongkalikong dengan wajib-wajib pajak yang ditanganinya.

Sumber : detiknews.com, 17 Juni 2011
SELENGKAPNYA - KPK Paparkan Kajian Peradilan Pajak di Depan Menkeu
| 0 komentar ]
JAKARTA - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) siap menjalankan rekomendasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait perbaikan dan peningkatan kinerja pengadilan pajak. Rencana perbaikan dilakukan 3-18... bulan ke depan.
“Semua yang perlu ditingkatkan untuk tingkatkan kinerjanya (pengadilan pajak),” kata Menteri Keuangan Agus Martowardojo di kantor Kemenkeu akhir pekan lalu. Agus menyampaikan hal itu setelah kembali dari gedung KPK untuk mendengarkan evaluasi KPK tentang perbaikan pengadilan pajak. KPK melakukan evaluasi agar ada perbaikan.

Pemaparan hasil evaluasi KPK tentang pengadilan pajak juga dihadiri perwakilan Komisi Yudisial, Komisi Pengawas Perpajakan, dan Inspektur Jenderal Kementerian Keuangan.

Menurut Agus, pemaparannya ada 13 poin. Ke 13 poin berada di aspek regulasi, tata laksana, aspek sumber daya manusia (SDM) yang direkomendasi diperbaiki untuk tingkatkan kinerja pengadilan pajak. Pihaknya menyambut baik hasil evaluasi itu.

Kita juga yakini lebih bagus kalau seandainya di Ditjen Pajak tidak ada tambahan-tambahan permasalahan kasus pajak yang mesti masuk ke pengadilan pajak, katanya.

Sumber : republikaonline.com
SELENGKAPNYA - Kemenkeu Perbaiki Pengadilan Pajak
| 0 komentar ]
Jakarta - Menteri Keuangan Agus Martowardojo tak berani menjamin Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak bebas dari kasus korupsi seperti Gayus Tambunan sebelumnya. Namun dia berusaha untuk menekannya. ...
"Tidak ada jaminan mutlak. Tapi kita melakukan yang terbaik," ujar Agus saat ditanya apakah dia berani menjamin kasus Gayus tak terulang.

Agus menyampaikan hal ini saat ditemui di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kuningan, Jakarta, Jumat (17/6/2011).

Dalam kesempatan tersebut, Agus mengatakan dirinya bakal mengundang Dirjen Pajak dan Dirjen Bea Cukai ke KPK untuk memaparkan langkah-langkah perbaikan di tubuh Ditjen Pajak dan Ditjen Bea Cukai. Sehingga komitmen pemberantasan korupsi bisa diperbaiki.

Disampaikan Agus, perbaikan-perbaikan di Bea Cukai dan Pajak ini dilakukan sehingga penyelewengan bisa dihapus dengan drastis. Namun Agus tidak memungkiri potensi penyelewengan bisa terjadi di instansi manapun.

"Di semua sistem kalau seandainya kasus terjadi pasti ada. Dengan (perbaikan) ini menunjukkan komitmen dari semua pihak untuk benar-benar membenahi tidak hanya di suatu area. Misalnya di pengadilan pajak dirapihkan, Ditjen Pajak diperbaiki," tukas Agus.


Sumber : detikfinance.com, 17 Juni 2011
SELENGKAPNYA - Agus Marto Tak Berani Jamin Ditjen Pajak Bebas Korupsi
| 0 komentar ]
JAKARTA. Kasus mafia pajak nan menghebohkan yang melibatkan bekas pegawai Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Pajak Gayus Tambunan sudah lama terungkap. Tapi, ternyata Kementerian Keuangan (Kemenkeu... ) belum tuntas juga memperbaiki sistem peradilan pajak.
Hal ini terungkap dari hasil kajian Divisi Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang masih menemukan banyak kelemahan dalam sistem peradilan pajak.

Direktur Litbang KPK, Doni Muhardiansyah, menyebutkan bahwa hasil kajian yang dilakukan sejak Maret sampai Juni lalu menunjukkan, sistem peradilan pajak masih membuka peluang terjadinya kongkalikong. Kelemahan itu antara lain, pengawasan hakim dan panitera pengadilan pajak yang lemah.

Salah satu tanda kelemahan itu adalah masih belum ada kode etik panitera. Sampai saat ini juga belum ada aturan soal boleh atau tidaknya mantan hakim pengadilan pajak yang bisa menjadi kuasa hukum para wajib pajak. Hal ini membuat para panitera dan hakim masih bisa bermain-main dengan wajib pajak yang bersengketa di pengadilan.

KPK juga masih menemukan pelayanan terkait sengketa pajak yang dilakukan di luar pengadilan. Sistem prasarana di pengadilan juga masih buruk. Misalnya, pengadilan pajak tidak mempublikasikan hasil putusan majelis hakim pengadilan pajak. "Masih banyak kelemahan sistematik," ujar Doni.

KPK pun meminta pemerintah memperbaiki kelemahan di pengadilan pajak tersebut. "Ini harus kami dorong karena pajak menyumbang 70% dari penerimaan negara," katanya.

Kemenkeu janji perbaiki

Hasil kajian dari KPK ini sudah diserahkan kepada Menteri Keuangan Agus Martowardoyo kemarin 17/6). Agus mengakui memang masih ada kelemahan. Sebagai tindak lanjut, Kemenkeu akan memasang kamera CCTV di seluruh ruangan sidang pengadilan pajak, maupun diruang tunggu. Termasuk menyusun kode etik di peradilan pajak.

Agus berjanji segera merespon hasil kajian KPK ini dengan menggelar pertemuan dengan beberapa pihak yang terkait seperti Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY). "Nanti akan ada pertemuan lagi," tuturnya.

Bekas bankir Bank Mandiri itu juga mengaku senang dengan temuan KPK ini. Hasil kajian KPK akan menjadi rujukan perbaikan sistem peradilan pajak.

Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan Sonny Loho juga berjanji kasus serupa Gayus akan dapat diminimalkan dengan adanya upaya perbaikan tersebut.

Pengamat perpajakan dari Universitas Pelita Harapan, Roni Bako mengatakan, perbaikan yang juga perlu dilakukan adalah mengembalikan kekuasaan administratif pengadilan pajak ke MA. Dengan begitu, seluruh hukum acara peradilan pajak bisa disusun MA yang memang mempunyai fungsi yudikatif. Termasuk juga membenahi kemampuan para hakim di pengadilan pajak.

Fungsi Komisi Yudisial sebagai pengawas hakim pengadilan pajak juga menjadi terlihat. Selama ini, KY tidak bisa mengawasi pengadilan pajak karena berada di bawah Kementerian Keuangan. "Jadi ada kerjasama pengawasan yang baik antara pengadilan pajak dengan Komisi Yudisial," imbuh Roni. 

Sumber : Harian Kontan, 18 Juni 2011
SELENGKAPNYA - KPK Masih Temukan Kelemahan Sistem Peradilan Pajak
| 0 komentar ]
Mungkin ini pernah terjadi pada rekan-rekan wajib pajak, menerima ketetapan pajak seperti SKP ataupun STP tetapi terdapat kesalahan pada ketetapan pajak tersebut misalnya : salah tahun pajak, salah hitung, salah pasal penerapan sanksi. Jika ini terjadi maka wajib pajak bisa mengajukan permohonan pembetulan sesuai dengan Pasal 1 PER-48/PJ/2009 Tentang Tata Cara Pembetulan Kesalahan Tulis, Kesalahan Hitung, Dan/Atau Kekeliruan Penerapan Ketentuan Tertentu Dalam Peraturan Perundang-Undangan Perpajakan.

(1)   Direktur Jenderal Pajak karena jabatannya atau atas pemohonan Wajib Pajak dapat membetulkan :
  1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar;
  2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan;
  3. Surat Ketetapan Pajak Nihil;
  4. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar;
  5. Surat Tagihan Pajak;
  6. Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak.
  7. Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga;
  8. Surat Keputusan Pembetulan;
  9. Surat Keputusan Keberatan;
  10. Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi;
  11. Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi;
  12. Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak;atau
  13. Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak,
yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam Peraturan perundang-undangan perpajakan.
(2)  Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf I dapat  berupa Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak atas Surat Ketetapan Pajak atau Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak atas Surat Tagihan Pajak.
(3)  Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf m dapat berupa Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak atas Surat Ketetapan Pajak atau Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak atau Surat Tagihan Pajak.
(4)  Pembetulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam hal terdapat kesalahan atau kekeliruan yang bersifat manusiawi yang tidak mengandung persengketaan atara fiskus dan Wajib Pajak.

Formulir tersebut dapat didownload  DISINI
SELENGKAPNYA - Pembetulan Ketetapan Pajak
| 0 komentar ]
Bagi Wajib Pajak yang sudah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak atai biasa disebut PKP mungkin sudah akrab dengan yang namanya Faktur Pajak. Namun bagi yang belum, perlu diketahui bahwa Pengusaha Kena Pajak (PKP) wajib membuat faktur pajak. Kebijakan mengenai faktur pajak ini mengacu pada  PER-13 yang terakhir diubah dengan PER-65/PJ/2010 tanggal 31 Desember 2010, yang mulai berlaku 1 April 2010, dan sampai dengan saat ini masih berlaku. Berikut ini contoh Faktur Pajak :


Contoh Faktur Pajak 2011

Sesuai dengan PER-13 dan perubahannya, ketentuan, syarat, dan  tata cara pembuatan faktur pajak secara ringkas adalah sebagai berikut :
Saat Pembuatan Faktur Pajak
  • saat penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak;
  • saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan  Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak;
  • saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan; atau
  • saat Pengusaha Kena Pajak rekanan menyampaikan tagihan kepada Bendahara Pemerintah  sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai.
  • PKP dapat membuat faktur pajak gabungan paling lama pada akhir bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan/  atau Jasa Kena Pajak.
     
Teknis Pembuatan Faktur Pajak
  • Cara penomoran kode dan nomer seri faktur pajak adalah seperti contoh di bawah ini :  
Keterangan gambar :
Kode Faktur Pajak  terdiri dari :
       a.     2 (dua) digit Kode Transaksi;
       b.     1 (satu) digit Kode Status;dan
       c.     3 (tiga) digit Kode Cabang.
 Nomor Seri Faktur Pajak  terdiri dari :
       a.     2 (dua) digit Tahun Penerbitan;dan
       b.     8 (delapan) digit Nomor Urut.
Contoh : Faktur pajak dengan kode dan nomor 010.000-11.00000001   mempunyai arti  penyerahan kepada Selain Pemungut PPN (contoh ke pihak swasta) , Faktur Pajak Normal (bukan Faktur Pajak Pengganti), diterbitkan tahun 2011 dengan nomor urut 1. Ketentuan megenai kode transaksi, dll dapat di lihat di file yang saya lampirkan.
  • Faktur Pajak paling sedikit dibuat dalam 2 (dua) rangkap yang peruntukannya masing-masing sebagai  berikut :
          a.     Lembar ke-1, disampaikan kepada pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak.
          b.     Lembar ke-2, untuk arsip Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak.
  • Nomor Urut pada Nomor Seri Faktur Pajak  dan  tanggal Faktur Pajak harus dibuat secara berurutan;
  • Penerbitan Faktur Pajak dimulai dari Nomor Urut 00000001 pada setiap awal tahun kalender mulai bulan  Januari, kecuali bagi Pengusaha Kena Pajak yang baru dikukuhkan, atau baru pindah ke KPP yang baru, Nomor Urut 00000001 dimulai sejak  Masa Pajak Pengusaha Kena Pajak tersebut dikukuhkan;
  • Faktur Pajak harus diisi secara lengkap, jelas dan benar sesuai dengan keterangan sebagaimana  dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang PPN Tahun 1984 dan perubahannya, serta  ditandatangani oleh pejabat/kuasa yang ditunjuk oleh Pengusaha Kena Pajak untuk menandatanganinya.
  • Faktur Pajak yang tidak diisi secara lengkap, jelas, benar,dan/atau tidak ditandatangani sebagaimana point di atas merupakan Faktur Pajak cacat.
Penanda Tangan Faktur Pajak
  • Pengusaha Kena Pajak wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis nama pejabat yang berhak menandatangani Faktur Pajak disertai dengan contoh tandatangannya kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak paling lama pada akhir bulan berikutnya sejak bulan pejabat tersebut mulai melakukan penandatanganan Faktur Pajak dengan menggunakan formulir (lihat lampiran)
  • Pengusaha Kena Pajak dapat menunjuk lebih dari 1 (satu) orang Pejabat untuk menandatangani Faktur Pajak sebagaimana point diatas
  • Dalam hal Pengusaha Kena Pajak Orang Pribadi yang tidak memiliki struktur organisasi, memberikan kuasa kepada pihak lain untuk menandatangani Faktur Pajak, maka Pengusaha Kena Pajak tersebut  wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis nama kuasa yang berhak menandatangani Faktur Pajak disertai dengan contoh tandatangannya kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak paling lama pada  akhir bulan berikutnya saat pihak yang diberi kuasa mulai menandatangani Faktur Pajak, dengan  menggunakan formulir dan  menyertakan Surat Kuasa Khusus dengan menggunakan formulir khusus
  • Dalam hal terjadi perubahan pejabat atau kuasa yang berhak menandatangani Faktur Pajak , maka Pengusaha Kena Pajak wajib menyampaikan    pemberitahuan secara tertulis atas perubahan tersebut kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak paling lambat pada akhir bulan berikutnya sejak bulan pejabat atau kuasa pengganti mulai menandatangani  Faktur Pajak
  • Dalam hal Pengusaha Kena Pajak melakukan pemusatan tempat pajak terutang, maka pejabat  termasuk pula pejabat di tempat-tempat kegiatan usaha yang  dipusatkan, yang ditunjuk oleh Kantor Pusat untuk menandatangani Faktur Pajak yang diterbitkan oleh  tempat pemusatan pajak terutang yang dicetak di tempat-tempat kegiatan usaha masing-masing.
  • Dalam hal Pengusaha Kena Pajak tidak atau terlambat menyampaikan pemberitahuan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan atau tempat pemusatan pajak  terutang dilakukan , maka Faktur Pajak  yang diterbitkan sampai dengan diterimanya pemberitahuan, merupakan Faktur Pajak cacat.
Mudah-mudahan PKP lebih berhati-hati dalam dalam membuat faktur pajak, tidak ada lagi PKP yang membuat faktur pajak cacat apalagi fiktif yang nantinya dapat merugikan diri sendiri.
SELENGKAPNYA - Tata Cara Pembuatan Faktur Pajak
| 0 komentar ]
Jika sebelumnya saya dah memposting tentang pengelompokan aktiva tetap berwujud selain bangunan yang intinya dibagi menjadi 4 kelompok. Maka atas keempat kelompok tersebut perhitungan penyusutannya adalah sebagai berikut :

Kelompok
Masa Manfaat
Metode Penyusutan
Garis Lurus
Saldo Menurun
Kelompok 1
4 tahun
25%
50%
Kelompok 2
8 tahun
12.5%
25%
Kelompok 3
16 tahun
6.25%
12.5%
Kelompok 4
20 tahun
5%
10%




SELENGKAPNYA - Masa Manfaat kelompok Aktiva.......
| 0 komentar ]
JENIS-JENIS HARTA BERWUJUD YANG TERMASUK DALAM KELOMPOK 1

Nomor
Jenis Usaha
Jenis Harta
1
Semua jenis usaha
a.     Mebel dan peralatan dari kayu atau rotan termasuk meja, bangku, kursi, lemari dan sejenisnya yang bukan bagian dari bangunan.
b.     Mesin kantor seperti mesin tik, mesin hitung, duplikator, mesin fotokopi, mesin akunting/pembukuan, komputer, printer, scanner dan sejenisnya.
c.      Perlengkapan lainnya seperti amplifier, tape/cassette, video recorder, televisi dan sejenisnya.
d.     Sepeda motor, sepeda dan becak.
e.     Alat perlengkapan khusus (tools) bagi industri/jasa yang bersangkutan.
f.      Dies, jigs, dan mould.
g.     Alat-alat komunikasi seperti pesawat telepon, faksimile, telepon seluler dan sejenisnya.
2
Pertanian, perkebunan, kehutanan,
Alat yang digerakkan bukan dengan mesin seperti cangkul, peternakan, perikanan, garu dan lain-lain.
3
Industri makanan dan minuman
Mesin ringan yang dapat dipindah-pindahkan seperti, huller, pemecah kulit, penyosoh, pengering, pallet, dan sejenisnya.
4
Transportasi dan Pergudangan
Mobil taksi, bus dan truk yang digunakan sebagai angkutan umum.
5
Industri semi konduktor
Falsh memory tester, writer machine, biporar test system, elimination (PE8-1), pose checker.
6
Jasa Persewaan Peralatan Tambat Air Dalam
Anchor, Anchor Chains, Polyester Rope, Steel Buoys, Steel Wire Ropes, Mooring Accessoris.
7
Jasa telekomunikasi selular
Base Station Controller



JENIS-JENIS HARTA BERWUJUD YANG TERMASUK DALAM KELOMPOK 2

Nomor
Jenis Usaha
Jenis Harta
1
Semua jenis usaha
a.     Mebel dan peralatan dari logam termasuk meja, bangku, kursi, lemari dan sejenisnya yang bukan merupakan bagian dari bangunan. Alat pengatur udara seperti AC, kipas angin dan sejenisnya.
b.     Mobil, bus, truk, speed boat dan sejenisnya.
c.      Container dan sejenisnya.
2
Pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan
a.     Mesin pertanian/perkebunan seperti traktor dan mesin bajak, penggaruk, penanaman, penebar benih dan sejenisnya.
b.     Mesin yang mengolah atau menghasilkan atau memproduksi bahan atau barang pertanian, perkebunan, peternakan dan perikanan.
3
Industri makanan dan minuman
a.     Mesin yang mengolah produk asal binatang, unggas dan perikanan, misalnya pabrik susu, pengalengan ikan .
b.     Mesin yang mengolah produk nabati, misalnya mesin minyak kelapa, margarin, penggilingan kopi, kembang gula, mesin pengolah biji-bijian seperti penggilingan beras, gandum, tapioka.
c.      Mesin yang menghasilkan/memproduksi minuman dan bahan-bahan minuman segala jenis.
d.     Mesin yang menghasilkan/memproduksi bahan-bahan makanan dan makanan segala jenis.
4
Industri mesin
Mesin yang menghasilkan/memproduksi mesin ringan (misalnya mesin jahit, pompa air).
5
Perkayuan, kehutanan
a.     Mesin dan peralatan penebangan kayu.
b.     Mesin yang mengolah atau menghasilkan atau memproduksi bahan atau barang kehutanan.
6
Konstruksi
Peralatan yang dipergunakan seperti truk berat, dump truck, crane buldozer dan sejenisnya.
7
Transportasi dan Pergudangan
a.     Truk kerja untuk pengangkutan dan bongkar muat, truk peron, truck ngangkang, dan sejenisnya;
b.     Kapal penumpang, kapal barang, kapal khusus dibuat untuk pengangkutan barang tertentu (misalnya gandum, batu - batuan, biji tambang dan sebagainya) termasuk kapal pendingin, kapal tangki, kapal penangkap ikan dan sejenisnya, yang mempunyai berat sampai dengan 100 DWT;
c.      Kapal yang dibuat khusus untuk menghela atau mendorong kapal-kapal suar, kapal pemadam kebakaran, kapal keruk, keran terapung dan sejenisnya yang mempunyai berat sampai dengan 100 DWT;
d.     Perahu layar pakai atau tanpa motor yang mempunyai berat sampai dengan 250 DWT;
e.     Kapal balon.
8
Telekomunikasi
a.     Perangkat pesawat telepon;
b.     Pesawat telegraf termasuk pesawat pengiriman dan penerimaan radio telegraf dan radio telepon.
9
Industri semi konduktor
Auto frame loader, automatic logic handler, baking oven, ball shear tester, bipolar test handler (automatic), cleaning machine, coating machine, curing oven, cutting press, dambar cut machine, dicer, die bonder, die shear test, dynamic burn-in system oven, dynamic test handler, eliminator (PGE-01), full automatic handler, full automatic mark, hand maker, individual mark, inserter remover machine, laser marker (FUM A-01), logic test system, marker (mark), memory test system, molding, mounter, MPS automatic, MPS manual, O/S tester manual, pass oven, pose checker, re-form machine, SMD stocker, taping machine, tiebar cut press, trimming/forming machine, wire bonder, wire pull tester.  
10
Jasa Persewaan Peralatan Tambat Air Dalam
Spoolling Machines, Metocean Data Collector
11
Jasa Telekomunikasi Seluler
Mobile Switching Center, Home Location Register, Visitor Location Register. Authentication Centre, Equipment Identity Register, Intelligent Network Service Control Point, intelligent Network Service Managemen Point, Radio Base Station, Transceiver Unit, Terminal SDH/Mini Link, Antena



 


JENIS-JENIS HARTA BERWUJUD YANG TERMASUK DALAM KELOMPOK 3

Nomor
Jenis Usaha
Jenis Harta
1
Pertambangan selain minyak dan gas
Mesin-mesin yang dipakai dalam bidang pertambangan, termasuk mesin-mesin yang mengolah produk pelikan.
2
Permintalan, pertenunan dan pencelupan
a.     Mesin yang mengolah/menghasilkan produk-produk tekstil (misalnya kain katun, sutra, serat-serat buatan, wol dan bulu hewan lainnya, lena rami, permadani, kain-kain bulu, tule).
b.     Mesin untuk yang preparation, bleaching, dyeing, printing, finishing, texturing, packaging dan sejenisnya.
3
Perkayuan
a.     Mesin yang mengolah/menghasilkan produk-produk kayu, barang-barang dari jerami, rumput dan bahan anyaman lainnya.
b.     Mesin dan peralatan penggergajian kayu.
4
Industri kimia
a.     Mesin peralatan yang mengolah/menghasilkan produk industri kimia dan industri yang ada hubungannya dengan industri kimia (misalnya bahan kimia anorganis, persenyawaan organis dan anorganis dan logam mulia, elemen radio aktif, isotop, bahan kimia organis, produk farmasi, pupuk, obat celup, obat pewarna, cat, pernis, minyak eteris dan resinoida-resinonida wangi-wangian, obat kecantikan dan obat rias, sabun, detergent dan bahan organis pembersih lainnya, zat albumina, perekat, bahan peledak, produk pirotehnik, korek api, alloy piroforis, barang fotografi dan sinematografi.
b.     Mesin yang mengolah/menghasilkan produk industri lainnya (misalnya damar tiruan, bahan plastik, ester dan eter dari selulosa, karet sintetis, karet tiruan, kulit samak, jangat dan kulit mentah).
5
Industri mesin
Mesin yang menghasilkan/memproduksi mesin menengah dan berat (misalnya mesin mobil, mesin kapal).
6
Transportasi dan Pergudangan
a.     Kapal penumpang, kapal barang, kapal khusus dibuat untuk pengangkutan barang-barang tertentu (misalnya gandum, batu-batuan, biji tambang dan sejenisnya) termasuk kapal pendingin dan kapal tangki, kapal penangkapan ikan dan sejenisnya, yang mempunyai berat di atas 100 DWT sampai dengan 1.000 DWT.
b.     Kapal dibuat khusus untuk mengela atau mendorong kapal, kapal suar, kapal pemadam kebakaran, kapal keruk, keran terapung dan sejenisnya, yang mempunyai berat di atas 100 DWT sampai dengan 1.000 DWT.
c.      Dok terapung.
d.     Perahu layar pakai atau tanpa motor yang mempunyai berat di atas 250 DWT.
e.     Pesawat terbang dan helikopter-helikopter segala jenis.
7
Telekomunikasi
Perangkat radio navigasi, radar dan kendali jarak jauh.


 
JENIS-JENIS HARTA BERWUJUD YANG TERMASUK DALAM KELOMPOK 4

Nomor
Jenis Usaha
Jenis Harta
1
Konstruksi
Mesin berat untuk konstruksi
2
Transportasi dan Pergudangan
a.     Lokomotif uap dan tender atas rel.
b.     Lokomotif listrik atas rel, dijalankan dengan batere atau dengan tenaga listrik dari sumber luar.
c.      Lokomotif atas rel lainnya.
d.     Kereta, gerbong penumpang dan barang, termasuk kontainer khusus dibuat dan diperlengkapi untuk ditarik dengan satu alat atau beberapa alat pengangkutan.
e.     Kapal penumpang, kapal barang, kapal khusus dibuat untuk pengangkutan barang-barang tertentu (misalnya gandum, batu-batuan, biji tambang dan sejenisnya) termasuk kapal pendingin dan kapal tangki, kapal penangkap ikan dan sejenisnya, yang mempunyai berat di atas 1.000 DWT.
f.      Kapal dibuat khusus untuk menghela atau mendorong kapal, kapal suar, kapal pemadam kebakaran, kapal keruk, keran-keran terapung dan sebagainya, yang mempunyai berat di atas 1.000 DWT.
g.     Dok-dok terapung.
SELENGKAPNYA - Daftar Aktiva dan Pengelompokannya...................
| 0 komentar ]
Jakarta - Pemerintah mengaku telah berhasil mengoptimalkan kinerja penerimaan perpajakan dalam lima tahun terakhir, yang naik 131% dari periode 2001-2005 ke periode 2006-2010.

Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengungkapkan total setoran perpajakan yang masuk ke kas negara selama periode 2006-2010 yang mencapai Rp 2.923,2 triliun, meningkat 131% dari realisasi periode 2001-2005 yang sebesar Rp 1.265,2 triliun.


"Pemerintah telah melakukan langkah-langkah nyata dan terus melakukan perbaikan untuk dapat meningkatkan dan mengoptimalkan pemungutan penerimaan perpajakan," ujarnya dalam rapat Paripurna di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (31/5/2011).

Agus Marto menyatakan langkah-langkah optimalisasi perpajakan tersebut dilakukan secara terstruktur dan berkesinambungan.

Antara lain pembenahan pelayanan dan administrasi, peningkatan dan perluasan basis pajak, penyusunan data pajak yang terintegrasi, perbaikan regulasi perpajakan, serta peningkatan pengawasan pemungutan pajak.

"Dalam tahun 2011 dan 2012, pemerintah berkeyakinan penerimaan perpajakan akan terus dapat ditingkatkan secara optimal," pungkasnya.

Sumber : detikfinance.com
SELENGKAPNYA - Pemerintah Serap Rp 2.923 Triliun dari Pajak
| 2 komentar ]
          Bagi pengusaha yang bergerak dalm bidang jasa konstruksi yang kebanyak pelaksanaannya melalui proses penawaran di instansi Pemerintah, tentu sudah kenal kan dengan yang namanya SURAT KETERANGAN FISKAL (SKF) atau yang di kalangan umum cuma biasa menyebutnya Fiskal .... 
         Surat Keterangan Fiskal (SKF) adalah surat yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak yang berisi data pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak untuk masa dan tahun pajak tertentu.
Sesuai Keputusan Presiden RI Nomor 80 Tahun 2003 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden RI Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/jasa Instansi Pemerintah dan Keputusan Direktur jenderal Pajak Nomor KEP-447/PJ./2001 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-69/PJ./2007 tentang Tata Cara Pemberian Surat Keterangan Fiskal (SKF), ditegaskan bahwa setiap Wajib Pajak sebagai penyedia Barang/Jasa untuk Instansi Pemerintah harus memenuhi persyaratan terdaftar sebagai Wajib Pajak dan sudah memenuhi kewajiban perpajakan tahun terakhir, maka Wajib Pajak tersebut diwajibkan untuk memberikan Surat Keterangan Fiskal kepada Bendahara/Penyedia Jasa, Surat Keterangan Fiskal tersebut diperoleh Wajib Pajak (Rekanan) dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat Wajib Pajak terdaftar.
Adapun Syarat-syarat untuk mendapatkan Surat Keterangan Fiskal adalah sebagai berikut : 
1. Mengisi Surat Permohoan SKF dengan lengkap, benar dan jelas dengan melampirkan :
    a. Fotocopy SPT Tahunan dan Tanda Terimanya Tahun Terakhir
    b. Fotocopy SPT Masa 3 (tiga) bulan terakhir
    c. Fotocopy SPPT dan STTS PBB tahun terakhir
    d. Fotocopy Sertifikasi Badan Usaha (SBU)
3. Tidak memiliki atau telah melunasi tunggakan pajak terhutang;
4. Memasukkan SPT Tahunan sampai dengan tahun terakhir;
5. Melaporkan SPT Masa sampai dengan SPT masa pada saat pengajuan SKF. 
SELENGKAPNYA - Apa itu SKF.....???? dan apa syarat-syarat pengurusan SKF???????
| 0 komentar ]
Setiap Tahunnya Wajib Pajak mempunyai kewajiban menyampaikan SPT Tahunannya. SPT Tahunan tersebut dilaporkan paling lampat tanggal 31 Maret tahun berikutnya. Namun walaupun begitu masih sering ditemukan kesalahan dalam pengisian SPT tersebut atau mungkin berkasnya yang tidak lengkap. Untuk itu dalam setiap pengisian agar diperhatikan betul-betul petunjuk pengisiannya.

untuk lebih jelasnya silahkan BACA INI
SELENGKAPNYA - Pengisian SPT Tahunan PPh OP
| 0 komentar ]
Tidak seperti pemotongan orang pribadi lainnya, anda yang berstatus sebagai karyawan baik karyawan swasta ataupun PNS akan memperoleh formulir 1721-A1 atau 1721-A2 pada saat anda keluar dari kantor tempat anda bekerja atau pada saat akhir tahun. Selanjutnya bagi anda yang telah mempunyai NPWP wajib melaporkan Surat Pemberitahuan(SPT) Tahunan PPh Orang Pribadi ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau tempat lain yang dipakai sebagai Drop Box.
Secara sederhana, anda harus menggunakan SPT yang sesuai dengan kategori penghasilan anda. Bagi anda yang mempunyai penghasilan dari 1 pemberi kerja dengan penghasilan tidak melebihi Rp 60 juta, maka anda menggunakan SPT PPh Orang Pribadi Formulir 1770-SS. Pengisian 1770-SS hanya dengan mengisi identitas anda dan jumlah harta serta hutang akhir tahun 2009. Selanjutnya lampirkan fotocopy 1721-A1 atau 1721-A2 dan susunan keluarga. SPT siap dilaporkan…..
Sangat sederhana bukan?! Bagi anda yang mempunyai penghasilan lebih dari 1 pemberi kerja dan/atau mempunyai penghasilan melebihi Rp 60 juta atau terdapat penghasilan lain bukan dari usaha, maka anda wajib menggunakan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Formulir 1770-S.

Cara pengisian formulir 1770-S adalah dengan menyalin angka-angka dalam formulir 1721-A1 atau 1721-A2. Total penghasilan neto dan pajak terutang akan diambil dari formulir 1721-A1 atau 1721-A2. Pajak terutang tersebut dikurangi dengan kredit pajak yang datanya juga diambil dari formulir 1721-A1 atau 1721-A2. PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 43/PMK.03/2009 jo 49/PMK.03/2009 otomatis merupakan kredit pajak dalam SPT Tahunan PPh Orang Pribadi.

Selanjutnya isi data penghasilan lain jika ada dan daftar harta serta hutang pada akhir tahun.

Bagi anda yang mempunyai istri yang bekerja hanya semata-mata pada 1 pemberi kerja, maka penghasilan dan pajak terutang istri tersebut dimasukkan dalam Formulir 1770S-II.

Apabila anda semata-mata bekerja pada 1 pemberi kerja maka hasil perhitungan PPh Orang Pribadi akan NIHIL. Kurang bayar dapat terjadi jika anda bekerja pada 2 atau lebih pemberi kerja, atau mempunyai penghasilan lain yang tidak final. Apabila terdapat kurang bayar maka harus disetor paling lambat sebelum melaporkan SPT.



Semoga bermanfaat.

SELENGKAPNYA - Bagi Karyawan, Mintalah terlebih dahulu 1721 A-1 atau 1721 A-2
| 0 komentar ]
Masa Januari 2011 merupakan bulan pertama bagi Formulir 1111 dan 1111-DM menemani hari-hari Pengusaha Kena Pajak dalam pelaporan PPN.

Direktur Jenderal Pajak telah menerbitkan Peraturan Direktur Jenderal Nomor PER-44/PJ/2010 dan PER-45/PJ/2010 pada tanggal 6 Oktober 2010. Dengan diterbitkannya PER-44/PJ/2010 dan Per-45/PJ/2010 tersebut, maka mulai masa Januari 2011, terdapat 3 jenis SPT Masa PPN yang dapat digunakan, yaitu:

1. SPT Masa Formulir PPN 1111 untuk PKP mekanisme biasa

2. SPT Masa PPN Formulir PPN 1111untuk PKP yang menggunakan Pedoman Penghitungan Pengkreditan    Pajak Masukan

3. Untuk Pemungut PPN tetap menggunakan SPT PPN 1107 PUT

Formulir tersebut dapat didownload disini :

a.  Formulir PPN 1111 dan Petunjuk Pengisiannya
b.  Formulir PPN 1111 DM dan Petunjuk Pengisiannya
SELENGKAPNYA - Jangan Lupa per Januari 2011 SPT PPN Pakai Form 1111 dan Form 1111 DM
| 0 komentar ]
Peraturan mengenai perpajakan bisa anda download disini :

UU KUP
UU PPN
UU PPH
PERATURAN LAINNYA
- PMK-154/PMK03/2010 ttg Pemungutan PPh 22
- PP-80 Thn 2010 ttg Tarif Pemotongan PPh psl 21
DASAR_DASAR_PERPAJAKAN (SUMMARY)



SELENGKAPNYA -
| 0 komentar ]
Nah ini kabar menggembirakan bagi PNS Golongan III, terhitung mulai 1 Januari 2011, peraturan Pemerintah Nomor 80 tanggal 20 Desember 2010 diberlakukan.. yang antara lain mengatur mengenai pemotongan pajak penghasilan PPh Pasal 21 atas penghasilan berupa honor  atau imbalan lain yang dibebankan kepada APBN/APBD yang diterima oleh PNS Golongan III atau TNI/POLRI berpangkat Perwira Muda. Yang berbeda dari peraturan sebelumnya dan yang menggembirakan adalah karena tarif pajaknya diturunkan dari 15% menjadi hanya 5%,. Secara singkat tarifnya adalh sebagai berikut :

  • Untuk PNS Golongan I dan II atau TNI/POLRI sederajat dikenakan tarif 0%
  • Untuk PNS Golongan III dan TNI/POLRI sederajat dikenakan tarif 5%
  • Untuk PNS Golongan IV dan TNI/POLRI sederajat tetap dikenakan tarif 15%

Untuk lebih lengkapnya.... Peraturan Pemerintahnya dapat di download melalui Link Berikut ini :

Download Now
SELENGKAPNYA - PPh Pasal 21 atas Penghasilan yang menjadi beban APBN dan APBD
| 0 komentar ]
Bagi Warga Negara Indonesia (WNI) yang mau keluar negeri pastinya senang ketika mendapat informasi ini.

KENAPA.....????????

              Karena Sejak januari 2011, bagi wni yang bepergian ke luar negeri maka tidak perlu membayar fiskal luar negeri. Sebelumnya fiskal Luar Negeri dikenakan kepada wajib pajak orang pribadi dalam negeri yang tidak memiliki nomor pokok wajib pajak dan telah berusia 21 (dua puluh satu) tahun yang bertolak ke luar negeri sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan pasal 25 ayat (8) undang-undang nomor 36 tahun 2008.

              Silahkan baca dan cermati pasal 25 ayat (8a) Undang-Undang Pajak Penghasilan tersebut mengamanatkan bahwa ketentuan pengenaan fiskal Luar Negeri bagi Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP hanya berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 2010. Artinya sejak 1 januari 2011 semua Wajib Pajak baik yang mempunyai NPWP maupun tidak, maka tidak perlu membayar fiskal Luar Negeri apabila akan bertolak ataiu bepergian ke Luar Negeri.

                Untuk memperjelas dan mempertegas ketentuan sebagaimana dimaksud di atas maka Direktur Jenderal Pajak mengeluarkan Pengumuman melalui pemberitahun nomor PEM-03/PJ.09/2010 tentang Pelayanan bebas fiskal Luar Negeri. Di dalam pasal 1 pengumuman tersebut dituliskan “Sejak tanggal 1 Januari 2011, Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (npwp) dan telah berusia 21 (dua puluh satu) tahun yang akan bertolak ke luar negeri tidak dikenakan kewajiban membayar fiskal Luar Negeri (FLN)”. Sehingga jelas bahwa sejak 1 Januari 2011 tidak ada lagi unit pelayanan fiskal LN di bandara maupun pelabuhan.....

SELENGKAPNYA - Fiskal Luar Negeri...............
| 0 komentar ]
Bagi Anda yang butuh formulir perpajakan bisa anda dapatkan disini :

SELENGKAPNYA - FORMULIR PERPAJAKAN
| 0 komentar ]

Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang —sehingga dapat dipaksakan— dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak dipungut penguasa berdasarkan norma-norma hukum untuk menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum.
Lembaga Pemerintah yang mengelola perpajakan negara di Indonesia adalah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang merupakan salah satu direktorat jenderal yang ada di bawah naungan Departemen Keuangan Republik Indonesia.
Definisi

Terdapat bermacam-macam batasan atau definisi tentang "pajak" yang dikemukakan oleh para ahli diantaranya adalah :
• Menurut Prof. Dr. P. J. A. Adriani, pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.
• Menurut Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro SH, pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Definisi tersebut kemudian dikoreksinya yang berbunyi sebagai berikut: Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada Kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment.
• Sedangkan menurut Sommerfeld Ray M., Anderson Herschel M., & Brock Horace R, pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintahan.
Pajak dari perspektif ekonomi dipahami sebagai beralihnya sumber daya dari sektor privat kepada sektor publik. Pemahaman ini memberikan gambaran bahwa adanya pajak menyebabkan dua situasi menjadi berubah. Pertama, berkurangnya kemampuan individu dalam menguasai sumber daya untuk kepentingan penguasaan barang dan jasa. Kedua, bertambahnya kemampuan keuangan negara dalam penyediaan barang dan jasa publik yang merupakan kebutuhan masyarakat.
Sementara pemahaman pajak dari perspektif hukum menurut Soemitro merupakan suatu perikatan yang timbul karena adanya undang-undang yang menyebabkan timbulnya kewajiban warga negara untuk menyetorkan sejumlah penghasilan tertentu kepada negara, negara mempunyai kekuatan untuk memaksa dan uang pajak tersebut harus dipergunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan. Dari pendekatan hukum ini memperlihatkan bahwa pajak yang dipungut harus berdsarkan undang-undang sehingga menjamin adanya kepastian hukum, baik bagi fiskus sebagai pengumpul pajak maupun wajib pajak sebagai pembayar pajak.
Pajak menurut Pasal 1 UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan umum dan tata cara perpajakan adalah "kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang Undang, dengan tidak mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat
Ciri pajak
Dari berbagai definisi yang diberikan terhadap pajak baik pengertian secara ekonomis (pajak sebagai pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah) atau pengertian secara yuridis (pajak adalah iuran yang dapat dipaksakan) dapat ditarik kesimpulan tentang ciri-ciri yang terdapat pada pengertian pajak antara lain sebagai berikut:
1. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang. Asas ini sesuai dengan perubahan ketiga UUD 1945 pasal 23A yang menyatakan "pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dalam undang-undang."
2. Tidak mendapatkan jasa timbal balik (konraprestasi perseorangan) yang dapat ditunjukkan secara langsung. Misalnya, orang yang taat membayar pajak kendaraan bermotor akan melalui jalan yang sama kualitasnya dengan orang yang tidak membayar pajak kendaraan bermotor.
3. Pemungutan pajak diperuntukkan bagi keperluan pembiayaan umum pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan, baik rutin maupun pembangunan.
4. Pemungutan pajak dapat dipaksakan. Pajak dapat dipaksakan apabila wajib pajak tidak memenuhi kewajiban perpajakan dan dapat dikenakan sanksi sesuai peraturan perundag-undangan.
5. Selain fungsi budgeter (anggaran) yaitu fungsi mengisi Kas Negara/Anggaran Negara yang diperlukan untuk menutup pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan, pajak juga berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan negara dalam lapangan ekonomi dan sosial (fungsi mengatur / regulatif).Jenis Pajak
Di tinjau dari segi Lembaga Pemungut Pajak dapat di bagi menjadi dua jenis yaitu:
Pajak Negara
• Pajak Penghasilan
• Pajak Pertambahan Nilai
• Pajak Penjualan Barang Mewah
• Pajak Bumi dan Bangunan
• Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
• Pajak Bea Masuk dan Cukai
Pajak Daerah
• Pajak Kendaraan bermotor
• Pajak radio
• Pajak reklame
Fungsi pajak
Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan. Berdasarkan hal diatas maka pajak mempunyai beberapa fungsi, yaitu:
• Fungsi anggaran (budgetair)
Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan biaya. Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan pajak. Dewasa ini pajak digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan, dan lain sebagainya. Untuk pembiayaan pembangunan, uang dikeluarkan dari tabungan pemerintah, yakni penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan pemerintah ini dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat dan ini terutama diharapkan dari sektor pajak.
• Fungsi mengatur (regulerend)
Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Contohnya dalam rangka menggiring penanaman modal, baik dalam negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai macam fasilitas keringanan pajak. Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk luar negeri.
• Fungsi stabilitas
Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan, Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efisien.
• Fungsi redistribusi pendapatan
Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.
[sunting] Syarat pemungutan pajak
Tidaklah mudah untuk membebankan pajak pada masyarakat. Bila terlalu tinggi, masyarakat akan enggan membayar pajak. Namun bila terlalu rendah, maka pembangunan tidak akan berjalan karena dana yang kurang. Agar tidak menimbulkan berbagai maswalah, maka pemungutan pajak harus memenuhi persyaratan yaitu:
• Pemungutan pajak harus adil
Seperti halnya produk hukum pajak pun mempunyai tujuan untuk menciptakan keadilan dalam hal pemungutan pajak. Adil dalam perundang-undangan maupun adil dalam pelaksanaannya.
Contohnya:
1. Dengan mengatur hak dan kewajiban para wajib pajak
2. Pajak diberlakukan bagi setiap warga negara yang memenuhi syarat sebagai wajib pajak
3. Sanksi atas pelanggaran pajak diberlakukan secara umum sesuai dengan berat ringannya pelanggaran
• Pengaturan pajak harus berdasarkan UU
Sesuai dengan Pasal 23 UUD 1945 yang berbunyi: "Pajak dan pungutan yang bersifat untuk keperluan negara diatur dengan Undang-Undang", ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan UU tentang pajak, yaitu:
• Pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara yang berdasarkan UU tersebut harus dijamin kelancarannya
• Jaminan hukum bagi para wajib pajak untuk tidak diperlakukan secara umum
• Jaminan hukum akan terjaganya kerasahiaan bagi para wajib pajak
• Pungutan pajak tidak mengganggu perekonomian
Pemungutan pajak harus diusahakan sedemikian rupa agar tidak mengganggu kondisi perekonomian, baik kegiatan produksi, perdagangan, maupun jasa. Pemungutan pajak jangan sampai merugikan kepentingan masyarakat dan menghambat lajunya usaha masyarakat pemasok pajak, terutama masyarakat kecil dan menengah.
• Pemungutan pajak harus efesien
Biaya-biaya yang dikeluarkan dalam rangka pemungutan pajak harus diperhitungkan. Jangan sampai pajak yang diterima lebih rendah daripada biaya pengurusan pajak tersebut. Oleh karena itu, sistem pemungutan pajak harus sederhana dan mudah untuk dilaksanakan. Dengan demikian, wajib pajak tidak akan mengalami kesulitan dalam pembayaran pajak baik dari segi penghitungan maupun dari segi waktu.
• Sistem pemungutan pajak harus sederhana
Bagaimana pajak dipungut akan sangat menentukan keberhasilan dalam pungutan pajak. Sistem yang sederhana akan memudahkan wajib pajak dalam menghitung beban pajak yang harus dibiayai sehingga akan memberikan dapat positif bagi para wajib pajak untuk meningkatkan kesadaran dalam pembayaran pajak. Sebaliknya, jika sistem pemungutan pajak rumit, orang akan semakin enggan membayar pajak.
Contoh:
• Bea materai disederhanakan dari 167 macam tarif menjadi 2 macam tarif
• Tarif PPN yang beragam disederhanakan menjadi hanya satu tarif, yaitu 10%
• Pajak perseorangan untuk badan dan pajak pendapatan untuk perseorangan disederhanakan menjadi pajak penghasilan (PPh) yang berlaku bagi badan maupun perseorangan (pribadi)
Asas pemungutan pajak menurut pendapat para ahli
Untuk dapat mencapai tujuan dari pemungutan pajak, beberapa ahli yang mengemukakan tentang asas pemungutan pajak, antara lain:


Adam Smith, pencetus teori The Four Maxims
1. Menurut Adam Smith dalam bukunya Wealth of Nations dengan ajaran yang terkenal "The Four Maxims", asas pemungutan pajak adalah sebagai berikut.
• Asas Equality (asas keseimbangan dengan kemampuan atau asas keadilan): pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara harus sesuai dengan kemampuan dan penghasilan wajib pajak. Negara tidak boleh bertindak diskriminatif terhadap wajib pajak.
• Asas Certainty (asas kepastian hukum): semua pungutan pajak harus berdasarkan UU, sehingga bagi yang melanggar akan dapat dikenai sanksi hukum.
• Asas Convinience of Payment (asas pemungutan pajak yang tepat waktu atau asas kesenangan): pajak harus dipungut pada saat yang tepat bagi wajib pajak (saat yang paling baik), misalnya disaat wajib pajak baru menerima penghasilannya atau disaat wajib pajak menerima hadiah.
• Asas Effeciency (asas efesien atau asas ekonomis): biaya pemungutan pajak diusahakan sehemat mungkin, jangan sampai terjadi biaya pemungutan pajak lebih besar dari hasil pemungutan pajak.
2. Menurut W.J. Langen, asas pemungutan pajak adalah sebagai berikut.
• Asas daya pikul: besar kecilnya pajak yang dipungut harus berdasarkan besar kecilnya penghasilan wajib pajak. Semakin tinggi penghasilan maka semakin tinggi pajak yang dibebankan.
• Asas manfaat: pajak yang dipungut oleh negara harus digunakan untuk kegiatan-kegiatan yang bermanfaat untuk kepentingan umum.
• Asas kesejahteraan: pajak yang dipungut oleh negara digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
• Asas kesamaan: dalam kondisi yang sama antara wajib pajak yang satu dengan yang lain harus dikenakan pajak dalam jumlah yang sama (diperlakukan sama).
• Asas beban yang sekecil-kecilnya: pemungutan pajak diusahakan sekecil-kecilnya (serendah-rendahnya) jika dibandinglan sengan nilai obyek pajak. Sehingga tidak memberatkan para wajib pajak.
3. Menurut Adolf Wagner, asas pemungutan pahak adalah sebagai berikut.
• Asas politik finalsial : pajak yang dipungut negara jumlahnya memadadi sehingga dapat membiayai atau mendorong semua kegiatan negara
• Asas ekonomi: penentuan obyek pajak harus tepat Misalnya: pajak pendapatan, pajak untuk barang-barang mewah
• Asas keadilan yaitu pungutan pajak berlaku secara umum tanpa diskriminasi, untuk kondisi yang sama diperlakukan sama pula.
• Asas administrasi: menyangkut masalah kepastian perpajakan (kapan, dimana harus membayar pajak), keluwesan penagihan (bagaimana cara membayarnya) dan besarnya biaya pajak.
• Asas yuridis segala pungutan pajak harus berdasarkan Undang-Undang.
[sunting] Asas Pengenaan Pajak
Agar negara dapat mengenakan pajak kepada warganya atau kepada orang pribadi atau badan lain yang bukan warganya, tetapi mempunyai keterkaitan dengan negara tersebut, tentu saja harus ada ketentuan-ketentuan yang mengaturnya. Sebagai contoh di Indonesia, secara tegas dinyatakan dalam Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 bahwa segala pajak untuk keuangan negara ditetapkan berdasarkan undang-undang. Untuk dapat menyusun suatu undang-undang perpajakan, diperlukan asas-asas atau dasar-dasar yang akan dijadikan landasan oleh negara untuk mengenakan pajak.
Terdapat beberapa asas yang dapat dipakai oleh negara sebagai asas dalam menentukan wewenangnya untuk mengenakan pajak, khususnya untuk pengenaan pajak penghasilan. Asas utama yang paling sering digunakan oleh negara sebagai landasan untuk mengenakan pajak adalah:
1. Asas domisili atau disebut juga asas kependudukan (domicile/residence principle), berdasarkan asas ini negara akan mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan, apabila untuk kepentingan perpajakan, orang pribadi tersebut merupakan penduduk (resident) atau berdomisili di negara itu atau apabila badan yang bersangkutan berkedudukan di negara itu. Dalam kaitan ini, tidak dipersoalkan dari mana penghasilan yang akan dikenakan pajak itu berasal. Itulah sebabnya bagi negara yang menganut asas ini, dalam sistem pengenaan pajak terhadap penduduk-nya akan menggabungkan asas domisili (kependudukan) dengan konsep pengenaan pajak atas penghasilan baik yang diperoleh di negara itu maupun penghasilan yang diperoleh di luar negeri (world-wide income concept).
2. Asas sumber, Negara yang menganut asas sumber akan mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan hanya apabila penghasilan yang akan dikenakan pajak itu diperoleh atau diterima oleh orang pribadi atau badan yang bersangkutan dari sumber-sumber yang berada di negara itu. Dalam asas ini, tidak menjadi persoalan mengenai siapa dan apa status dari orang atau badan yang memperoleh penghasilan tersebut sebab yang menjadi landasan penge¬naan pajak adalah objek pajak yang timbul atau berasal dari negara itu. Contoh: Tenaga kerja asing bekerja di Indonesia maka dari penghasilan yang didapat di Indonesia akan dikenakan pajak oleh pemerintah Indonesia.
3. Asas kebangsaan atau asas nasionalitas atau disebut juga asas kewarganegaraan (nationality/citizenship principle).Dalam asas ini, yang menjadi landasan pengenaan pajak adalah status kewarganegaraan dari orang atau badan yang memperoleh penghasilan. Berdasarkan asas ini, tidaklah menjadi persoalan dari mana penghasilan yang akan dikenakan pajak berasal. Seperti halnya dalam asas domisili, sistem pengenaan pajak berdasarkan asas nasionalitas ini dilakukan dengan cara mengga¬bungkan asas nasionalitas dengan konsep pengenaan pajak atas world wide income.
Terdapat beberapa perbedaan prinsipil antara asas domisili atau kependudukan dan asas nasionalitas atau kewarganegaraan di satu pihak, dengan asas sumber di pihak lainnya. Pertama, pada kedua asas yang disebut pertama, kriteria yang dijadikan landasan kewenangan negara untuk mengenakan pajak adalah status subjek yang akan dikenakan pajak, yaitu apakah yang bersangkutan berstatus sebagai penduduk atau berdomisili (dalam asas domisili) atau berstatus sebagai warga negara (dalam asas nasionalitas). Di sini, asal muasal penghasilan yang menjadi objek pajak tidaklah begitu penting. Sementara itu, pada asas sumber, yang menjadi landasannya adalah status objeknya, yaitu apakah objek yang akan dikenakan pajak bersumber dari negara itu atau tidak. Status dari orang atau badan yang memperoleh atau menerima penghasilan tidak begitu penting. Kedua, pada kedua asas yang disebut pertama, pajak akan dikenakan terhadap penghasilan yang diperoleh di mana saja (world-wide income), sedangkan pada asas sumber, penghasilan yang dapat dikenakan pajak hanya terbatas pada penghasilan-penghasilan yang diperoleh dari sumber-sumber yang ada di negara yang bersangkutan.
Kebanyakan negara, tidak hanya mengadopsi salah satu asas saja, tetapi mengadopsi lebih dari satu asas, bisa gabungan asas domisili dengan asas sumber, gabungan asas nasionalitas dengan asas sumber, bahkan bisa gabungan ketiganya sekaligus.
Indonesia, dari ketentuan-ketentuan yang dimuat dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana terakhir telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994, khususnya yang mengatur mengenai subjek pajak dan objek pajak, dapat disimpulkan bahwa Indonesia menganut asas domisili dan asas sumber sekaligus dalam sistem perpajakannya. Indonesia juga menganut asas kewarganegaraan yang parsial, yaitu khusus dalam ketentuan yang mengatur mengenai pengecualian subjek pajak untuk orang pribadi.
Jepang, misalnya untuk individu yang merupakan penduduk (resident individual) menggunakan asas domisili, di mana berdasarkan asas ini seorang penduduk Jepang berkewajiban membayar pajak penghasilan atas keseluruhan penghasilan yang diperolehnya, baik yang diperoleh di Jepang maupun di luar Jepang. Sementara itu, untuk yang bukan penduduk (non-resident) Jepang, dan badan-badan usaha luar negeri berkewajiban untuk membayar pajak penghasilan atas setiap penghasilan yang diperoleh dari sumber-sumber di Jepang.
Australia, untuk semua badan usaha milik negara maupun swasta yang berkedudukan di Australia, dikenakan pajak atas seluruh penghasilan yang diperoleh dari seluruh sumber penghasilan. Semen¬tara itu, untuk badan usaha luar negeri, hanya dikenakan pajak atas penghasilan dari sumber yang ada di Australia.
[sunting] Teori pemungutan
Menurut R. Santoso Brotodiharjo SH, dalam bukunya Pengantar Ilmu Hukum Pajak, ada beberapa teori yang mendasari adanya pemungutan pajak, yaitu:
1. Teori asuransi, menurut teori ini, negara mempunyai tugas untuk melindungi warganya dari segala kepentingannya baik keselamatan jiwanya maupun keselamatan harta bendanya. Untuk perlindungan tersebut diperlukan biaya seperti layaknya dalam perjanjian asuransi deiperlukan adanya pembayaran premi. Pembayaran pajak ini dianggap sebagai pembayaran premi kepada negara. Teori ini banyajk ditentang karena negara tidak boleh disamakan dengan perusahaan asuransi.
2. Teori kepentingan, menurut teori ini, dasar pemungutan pajak adalah adanya kepentingan dari masing-masing warga negara. Termasuk kepentingan dalam perlindungan jiwa dan harta. Semakin tinggi tingkat kepentingan perlindungan, maka semakin tinggi pula pajak yang harus dibayarkan. Teori ini banyak ditentang, karena pada kenyataannya bahwa tingkat kepentingan perlindungan orang miskin lebih tinggi daripada orang kaya. Ada perlindungan jaminan sosial, kesehatan, dan lain-lain. Bahkan orang yang miskin justru dibebaskan dari beban pajak.
Penerimaan Pajak di Indonesia
Target penerimaan negara Indonesia di sektor pajak tahun 2006 secara nasional sebesar Rp 362 trilyun atau mengalami peningkatan 20 persen dari 2005 lalu. Angka tersebut terdiri Rp 325 trilyun dari pajak dan Rp 37 trilyun dari Pajak Penghasilan (PPh) Migas.
Target penerimaan negara dari perpajakan dalam APBN 2006 mencapai Rp.402,1 triliun. Target penerimaan itu antara lain berasal dari:
• Pajak Penghasilan (PPh) Rp.198,22 triliun
• Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN dan PPnBM) Rp.126,76 triliun
• Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Rp.15,67 triliun
• Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) Rp.5,06 triliun
• penerimaan pajak lainnya Rp.2,76 triliun.
Pendapatan pajak itu sudah termasuk pendapatan cukai Rp.36,1 triliun, bea masuk Rp.17,04 triliun dan pendapatan pungutan ekspor Rp.398,1 miliar. Total penerimaan pajak dalam lima tahun terakhir (2001-2005) sudah mencapai 1.040 triliun. Pajak A) Bedasarkan wujudnya, pajak dibedakan menjadi : 1 Pajak langsung adalah pajak yang dibebanhkan secara langsung kepada wajib pajak seperti pajak pendapatan, pajak kekayaan 2 Pajak tidak langsung adalah pajak / pungutan wajib yang harus dibayarkan sebagai sumbangan wajib kepada negara yangb secara tidak langsung dikenakan kepada wajib pajak seperti cukai rokok dan sebagainya. B) Bedasarkan jumlah yang harus dibayarkan, pajak dibedakan menjadi : 1. Pajak pendapatan adalah pajak yang dikenakan atas pendapatan tahunan dan laba dari usaha seseorang, perseroian terbatas / unit lain 2. Pajak penjualan adalah pajak yang dibayarkan pada waktu terjadinya penjualan barang / jasa yang dikenakan kepada pembeli 3 Pajak badan usaha adalah pajak yang dikenakan kepada badan usaha seperti perusahaan bank dan sebagainya C) Pajak bedasarkan pungutannya dapat dibedakan menjadi: 1 Pajak bumi dan bangunan (PBB) adalah pajak / pungutan yang dikumpulkan oleh pemerintah pusat terhadap tanah dan bangunan kemudian didistrubusiakan kepada daerah otonom sebagai pendapatan daerah sendiri 2. Pajak perseroan adalah pungutan wajib atas laba perseroan / badan usaha lain yang modalnya / bagiannya terbagi atas saham – saham. 3 Pajak siluman adalah pungutan secara tidak resmi / pajak gelap dan merupakan sumber korupsi 4 Pajak tranist adalah pajak yang dipungut ditempat tertentu yang harus dilalui oleh pengangkutan orang / barang dari suatu tempat kertempat lain.

Pengertian pajak
Pajak adalah iyuran wajib yang dipungut oleh pemerintah dari masyarakat (wajib pajak) untuk menutupi pengeluaran rutin negara dan biaya pembangunan tanpa balas jasa yang dapat ditunjuk secara langsung.
Pengetian pajak menurut bebetapa ahli :
1.Prof Dr Adriani
pajak adalah iuran kepada negara yang dapat dipaksakan, yang terutang oleh wajibpajak membayarnya menurut peraturan derngan tidak mendapat imbalan kembali yang dapat ditunjuk secara langsung.
2. Prof. DR. Rachmat Sumitro,SH
pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara (peralihan kekayaan dari kas rakyat ke sector pemerintah berdasarkan undang-undang)
(dapat dipaksakan dengan tiada mendapat jasa timbal (tegen prestasi)yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membiayai pengeluaran umum.
Lima unsur pokok dalam defenisi pajak
• Iuran / pungutan
• Pajak dipungut berdasarkan undang-undang
• Pajak dapat dipaksakan
• Tidak menerima kontra prestasi
• Untuk membiayai pengeluaran umun pemerintah
Karakteristik pokok dari pajak adalah: pemunngutanya harus berdasarkan undang-undang. diperlukan perumusan macam pajak dan berat ringannya tariff pajak itu, untuk itulah masyarakat ikut didalam menetapkan rumusannya.
Ketentuan mengenai penghasilan tidak kena pajak (PTKP)
1. untuk wajib pajak pertahun PTKP adalah Rp. 2.880.000;
2. untuk istri dan suami Rp. 1.440.000;
3. tambahan untu8k seorang istri Rp. 2.880.000; diberikan sapabila ada penghasilan istri yang digabungkan dengan penghasilan suami dalam hal istri.
4. Rp. 1.440.000;tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah ,misalnya (ayah,ibu atau anak kandung atau semenda) dalam garis keturunan lurus sertaanak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya paling banyak tiga orang untuk ssetiap keluarga.
Enam undang-undang hasil tax reform tahun 2000
1. UU RI NO 16 tentang prubahan kedua atas uu no. 6 thn 1983 yaitu tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan
2. UU RI NO 17 tahun 2000 tentang perubahan kedua atas uu no 7 thn 1983 tentang pajak penghasilan
3. UU RI NO 18 tahun 2000 tentang perubahan kedua atas uu no 8 thn 1983 tentang pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah
4. UU RI NO 19 tahun 2000 tentang perubahan atas uu no 19 thn 1997 tentang penghasilan pajak dengan surat paksa
5. UU RI NO 20 tahun 2000 tentang perubahan uu no 21 thn 1997 tentang peralihan hak atas tanah dan bangunan . kelima uu ini diundangkan pada tanggal 2 agustus 2000 dan berlaku sejak 1 januari 2001
6. UU RI NO 34 tahun 2000 tentangperubahan atas undang-undang no 18 thn 1997 tentang pajak daerah dan retribusi daerah. Undang-undng ini diundangkan pada tanggal 20 Desember 2000 dan berlaku saat diundangkan.
Satu undang-undang hasil tax reform tahun 1985
7. UU RI NO 17tahun 1985 tentang bea dan material
Satu undang undang hasil tax reform tahun 1994
8. UU RI NO 17 thun 1994 tentang perubahan atas uu no 12 thn 1985 tentang pajak bumi dan bangunan
Satu undang-undang hasil tax reform thn 2002
9. UU RI NO 14 tahun 2002 tentang pengadiloan pajak sebagai penhganti uu no 17 thn 1997 tentang badan penyelesaian sengketa pajak .
Pasal 79 mencantumkan sunber pendapatan daerah terdiri dari
a. PAD (pendapatan asli daerah )
• Hasil pajak daerah
• Hasil retribusi daerah
• Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan
• Dan lain-lain penghasilan daerah yang sah
b. dana perimbangan
c. pinjaman daerah
pasal 80 ayat 1
dana perimbangan sebagaimana dimaksut dalam pasal 79 terdiri atas
• bagian daerah dari penerimaan PBB, biaya perolehan hak atas tanah dan bangunan dan penerimaan atas sda
• dana alokasi umum
• dana alokasi khusus
ayat 2
bagian dari PBB sector pedesaan perkotaan serta perkebunan serta biaya perolehan hak atas tanah dan bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diterima langsung oleh daeerah penghasil.
Ayat3
Bagian daerah dari sector pertambangan dan kehutanan dan penerimaan SDA sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diterima oleh daerah penghasil dan daerah linnya untuk pemerataan sesuai dengan undang-undang
Ayat 4
Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksu pada ayat 1,2 dan 3 ditetapkan undang undang.
Berdasarkan UU NO 34 THN 2000 tentang perubahan atas uu no 18b thn 1997 tentang pajak daerah dan retribusi daerah maka jenis pajak untuk profinsi kabupaten, kota adalah sebagai berikut:
a. jenis pajak propinsi terdiri dari
• pajak kendraan bermotor dengan kendraan atas air, bbn kendraan bermotor dan atas air
• pajak bahan bakar kendraan bermotor
• pajak pengeambilan dan pemanfaatan air bawh tanah dan permukaan
b. jenis pajak kabupaten kota
• pajak hotel, restoran, hiburan , pajak reklame, pajak penerangan jalan , pajak pengambilan bahan galian golongan c , pajak parkir
untuk lebih mendalami mata kuliah perpajakan secara garis besar kita harus mengetahui :
1. siapa yang dikenakan pajak( subjek pajak)
2. apa yang dikenakan pajak ( objek pajak)
3. berapa pajaknya (tariff pajak)
4. bagaimana melaksanakan hukum pajak
* pajak dapat dipaksakan
Undang-undang memberikan wewenang kepada fiskus untuk memaksa wp untuk mematuhi dan melaksanakan kewajiban pajaknya. Sebab undang undang menurut sanksi-sanksi pidana fiscal (pajak) sanksi administrative yang kususnya diatur oleh undang-undang no 19 tahun 2000 termasuk wewenang dari perpajakan untuk mengadsakan penyitaan terhadap harta bergerak/ tetap wajib pajak.
Dalam hokum pajak Indonesia dikenal lembaga sandera atau girling yaitu wajib pajak yang pada dasarnya mampu membayar pajak namun selalu menghindari pembayaran pajak dengan berbagai dalih, maka fiskus dapat menyandera wp dengan memasukkannya kedalam penjara.
* Pajak tidak menerima kontra prestasi
Ciri kas pajak dibandiong dengan jenis pungutan lainnya adalah wajib pajak (tax payer ) tidak menerima jasa timbal yang dapat ditunjuk secara langsung dari pemerintah namun perlu dipahami bahwa sebenarnya subjek pajak ada menerima jasa timbal tetapi diterima secara kolektif bersama dengan masyarakat lainnya.
* Untuk membiayai biaya umum pemerintah
Pajak yang dipungut tidak pernah ditujukan untuk biaya khusus . dipandang dari segi hokum maka pajak akan terutang apabila memenuhi syarat subjektif dan syaratobjektif .
Syarat objektif : ,yang berhubungan dengan objek pajak misalnmya adanya penghasilan atau penyeerahan barang kena pajak . syarat subjektif adlah syarat yang berhubungan dengan subjek pajak , apakah orang pribadi atau badan.
Struktur pajak di Indonesia berdasarkan urian diatas adalah sebagai berikut:
1. pajak penghasilan (PPh)
2. pajak pertambahan nilaio barang dan jasa dan penjualan atas baeang mewah
3. pajak bumi dan bangunan
4. pajak daerah dan retribbusi daerah
5. bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB)
6. bea materai
untuk mewujudkan pajak-pajak tersebut menjadi kenyataan, terdapat hokum pajak formal yaitu UU RI NO 16 thn 2000 tentang perubahan kedua dari uu no 6 1983 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan.
Bagi wajib pajak yang menghindari pajak uu no 19 thn 2000 tentang p[enagihan pajak dan surat paksa.
Bagi wajib pajak yang banding berdasarkan uu no 17 thn 1997 tentang badan penyelesaian sengketa pajak BPSP tyelah disebutkan diatas telah diubah dan diganti dengan uu no 14 thn 2002 tentang penaagihan pajak
Fungsi pajak
Fungsi budgetair
Fungsi budgeteir merupakan fungsi utama pajak dan fungsi fiscal yaitu suatu fungsi dimana pajak dipergunakan sebagai alat untuk memasukkan dana secara optimal ke kas negara berdasarkan undang-undang perepajakan yang berlaku “segala pajak untuk keperkuan negara berdasarkan undang-undang.
Yang dimaksud dengan memasukkan kas secara optimal adalah sebagi berikut:
• jangan sampai ada wajib pajak/subjek pajak yang tidak membayar kewajiban pajaknya.
• Jangan sampai wajib pajak tidak melaporkan objek pajak kepada fiskus
• Jangan sampai ada objek pajak dai pengamatan dan perhitungan fiskkus yang terlepas
Dengan demikian maka optimalisasi pemasukan dana ke kas negara tercipta atas usaha wajib pajak dan fiskus.
System pemungutan pajak suatu negara menganut dua system :
1. Self assessment system; menghitung pajak sendiri
2. official assessment system ;menghitung pajak adalah pihak fiscus
factor yang turut mempengaruhi optimalisasi pemasukan dana kekas negara adlah
1. filsafat negara
negara yang berideologi yang berorientasi kepada kesejahtraan rakyat banyak akan mendapat dukungan dari rakyatnya dalam hal pembayaran pajak. Untuk itu rakyat diikut sertakan dalam menentukanberat rinngannya pajak melalui penetapan undang-undang perpajakan oleh DPR sebaliknya dinegara yang berorientasi kepada kepenmtingan penguasa sangat sulit untuk mengharapkan partisipasi masyarakat untuk kewajiban pajaknya.
2. kejelasan undang-undang dan peraturan perpajakan
yang jelas mudah dan sederhana serta pasti akan menimbulkan penafsiran yang baik dipihak fiscus maupun dipihak wajib pajak
3. tingkat pendidikan penduduk / wajib pajak
secara umum dapat dikatakan bahwa semakin tinggi pendidikan wajib pajak maka makin mudah bagi mereka untuk memahami peraturan perpajakan termasuk memahami sanksi administrasi dan sanksi pidana fiscal.
4. kualitas dan kuantitas petugas pajak setempat
ssangat menentukan efektifitas uu dan peraturan perpajakan . fiscus yang professional akan akan berusaha secara konsisten untuk menggali objek pajak yang menurut ketentuan pajak harus dikenakan pajak.
5. strategi yang diterapkan organisasi yang mengadministrasikan pajak di Indonesia
unit-unit untuk ini adalah
• kantor pelayanan pajak
• kantor pemeriksaan dan penyelidikan pajak yanmg dilakukan dirjen pajak
perwujudan fungsi budgetair dalam kehidupan kenegaraan dapat terlihat dalam APBN yang setiap tyahun disahkan dengan undang-undang. Penerimaan negara selalu meningkat dari tahun ketahun khususnya setelah reformasi uu perpajakan thn 1983/1984.
Fungsi regulerend
Atau fungsi mengatur dan sebagainya juga fungsi pajak dipergunakan oleh pemerintah sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu , dan sebagainya sebagai fungsi tambahan karena fungsi ini hanya sebagai pelengkap dari fungsi utama pajak. Untuk mencapai tujuan tersebut maka pajak dipakai sebagai alat kebijakan, mis : pajak atas minuman keras ditinggikan untuk mengurangi konsumsi fasilitas perpajakan sehingga perwujudan dari pajak regulerend yang terdapat dalam UU No I tahun 1967 tentang penanaman modal asing. Contoh:
1) bea materai modal
2) bea masuk dan pajak penjualan
3) bea balik nama
4) pajak perseroan
5) pajak devident
YUSDIFIKASI PAJAK DAN PRINSIP PEMUNGUTAN PAJAK
Dalam hal ini akan dikemukakan asas-asas pemungutan pajak dan alas an-alasan yang menjdi dasar pembenaran pemungutan pajak oleh fiskus negara, sehingga fiskus negara merasa punya wewenang untuk memungut pajak dari penduduknya.
Teori asas pemungutan pajak :
1) Teori ansuransi
Negara berhak memungut pajak dari penduduk karena menurut teori ini negara melindungi semua rakyat dan rakyat membayar premi pada negara.
2) Teori kepentingan
Bahwa negara berhak memungut pajak karena penduduk negara tersebut mempunyai kepentingan pada negara, makin besar kepentingan penduduk kepada negara maka makin besar pula pajak yang harus dibayarnya kepada negara.
3) Teori bakti
Mengajarkan bahwa pwnduduk adalah bagian dari suatu negara oleh karena itu penduduk terikat pada negara dan wajib membayar pajak pada negara dalam arti berbakti pada negara.
4) Teori gaya pikul
Teori ini megusulkan supaya didalam hal pemungutan pajak pemerintah memperhatikan gaya pikul wajib pajak.
5) Teori gaya beli
Menurut teori ini yustifikasi pemungutan pajak terletak pada akibat pemungutan pajak. Misalnya tersedianya dana yang cukup untuk mrmbiayai pengeluaran umum negara, karena akibat baik dari perhatian negara pada masyarakat maka pemuingutan pajak adalah juga baik.
6) Teori pembangunan
Untuk Indonesia yustifikasi pemungutan pajak yang paling tepat adalah pembangunan dalam arti masyarakat yang adil dan makmur
Disamping itu terdapat juga asas-asas pemungutan pejak seperti:
• Asas yuridis yang mengemukakan supaya pemungutan pajak didasarkan pada undang-undang
• Asas ekonomis yang menekankan supaya pemungutan pajak jangan sampai menghalangi produksi dan perekonomian rakyat
• Asas finansial menekankan supaya pengeluaran-pengeluaran untuk memungut pajak harus lebih rendah dari jumlah pajak yang dipungut.
Prisip-prinsip pemungutan pajak:
Menurut Era Saligman ada empat Prisip pemungutan pajak:
• Prisip fiscal
• Prinsip Administrative
• Prinsip ekonomi
• Prinsip Etika
HUKUM PAJAK
Adalah: Keseluruhan dari peraturan-peraturan yang meliputi wewenang pemerinth untuk mengambil kekayaan seseorang dan menyerahkannya kembali kepada masyarakat melalui kas negara. Sehingga hukum pajak tersebut merupakan hukum publik yang mengatur hubungan negara dan orang-orang atau badan-badan hukum yang berkewajiban membayar pajak.
Hukum pajak dibedakan atas:
1. Hukum pajak material
Yaitu: memuat ketentuan-ketentuan tentang siapa yang dikenakan pajak dan siapa-siapa yang dikecualikan dengan pajak dan berapa harus dibayar.
2. Hukum pajak formal
Yaitu: memuat ketentuan-ketentuan bagaiman mewujudkan hukum pajak material menjadi kenyataan.
1.Pajak Penghasilan (PPh)

PPh adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu Tahun Pajak. Yang dimaksud dengan penghasilan adlah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang berasal baik dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat digunakan untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan dengan nama dan dalam bentuk apapun. Dengan demikian maka penghasilan itu dapat berupa keuntungan usaha, gaji, honorarium, hadiah, dan lain sebagainya.

2.Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

PPN adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean. Orang Pribadi, perusahaan, maupun pemerintah yang mengkonsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak dikenakan PPN. Pada dasarnya, setiap barang dan jasa adalah Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak, kecuali ditentukan lain oleh Undang-undang PPN. Tarif PPN adalah tunggal yaitu sebesar 10%. Dalam hal ekspor, tarif PPN adalah 0%. Yang dimaksud Dengan Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, peraian, dan ruang udara diatasnya.

3.Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM)

Selain dikenakan PPN, atas barang-barang kena pajak tertentu yang tergolong mewah, juga dikenakan PPn BM. Yang dimaksud dengan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah adalah :

a.Barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok; atau
b.Barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu; atau
c.Pada umumnya barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi; atau
d.Barang tersebut dikonsumsi untuk menunjukkan status; atau
e.Apabila dikonsumsi dapat merusak kesehatan dan moral masyarakat, serta mengganggu ketertiban masyarakat.

4.Bea Meterai

Bea Meterai adalah pajak yang dikenakan atas dokumen, seperti surat perjanjian, akta notaris, serta kwitansi pembayaran, surat berharga, dan efek, yang memuat jumlah uang atau nominal diatas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan.

5.Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

PBB adalah pajak yang dikenakan atas kepemilikan atau pemanfaatan tanah dan atau bangunan. PBB merupakan Pajak Pusat namun demikian hampir seluruh realisasi penerimaan PBB diserahkan kepada Pemerintah Daerah baik Propinsi maupun Kabupaten/Kota.

6.Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)

BPHTB adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Seperti halnya PBB, walaupun BPHTB dikelola oleh Pemerintah Pusat namun realisasi penerimaan BPHTB seluruhnya diserahkan kepada Pemerintah Daerah baik Propinsi maupun Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan.

Pajak-pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah baik Propinsi maupun Kabupaten/Kota antara lain meliputi :

1.Pajak Propinsi

a.Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air;
b.Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air;
c.Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bemotor;
d.Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan.

2.Pajak Kabupaten/Kota
a.Pajak Hotel;
b.Pajak Restoran;
c.Pajak Hiburan;
d.Pajak Reklame;
e.Pajak Penerangan Jalan;
f.Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C;
g.Pajak Parkir.

Manfaat Pajak

Sebagaimana halnya perekonomian dalam suatu rumah tangga atau keluarga, perekonomian negara juga mengenal sumber-sumber penerimaan dan pos-pos pengeluaran. Pajak merupakan sumber utama penerimaan negara. Tanpa pajak, sebagian besar kegiatan negara sulit untuk dapat dilaksanakan. Penggunaan uang pajak meliputi mulai dari belanja pegawai sampai dengan pembiayaan berbagai proyek pembangunan. Pembangunan sarana umum seperti jalan-jalan, jembatan, sekolah, rumah sakit/puskesmas, kantor polisi dibiayai dengan menggunakan uang yang berasal dari pajak. Uang pajak juga digunakan untuk pembiayaan dalam rangka memberikan rasa aman bagi seluruh lapisan masyarakat. Setiap warga negara mulai saat dilahirkan sampai dengan meninggal dunia, menikmati fasilitas atau pelayanan dari pemerintah yang semuanya dibiayai dengan uang yang berasal dari pajak. Dengan demikian jelas bahwa peranan penerimaan pajak bagi suatu negara menjadi sangat dominan dalam menunjang jalannya roda pemerintahan dan pembiayaan pembangunan.

Disamping fungsi budgeter (fungsi penerimaan) di atas, pajak juga melaksanakan fungsi redistribusi pendapatan dari masyarakat yang mempunyai kemampuan ekonomi yang lebih tinggi kepada masyarakat yang kemampuannya lebih rendah. Oleh karena itu tingkat kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya secara baik dan benar merupakan syarat mutlak untuk tercapainya fungsi redistribusi pendapatan. Sehingga pada akhirnya kesenjangan ekonomi dan sosial yang ada dalam masyarakat dapat dikurangi secara maksimal.

Fungsi Budgetair
Kata fungsi bermakna jabatan, faal, besaran dan kegunaan. Namun pengertian yang paling tepat yang sering dipakai pada fungsi perpajakan ialah kata kegunaan. Jadi makna fungsi pajak bila dilihat dari kata kegunaan itu lebih cenderung kepada kegunaan pokok atau manfaat pokok dari pajak itu sendiri. Manfaat pokok itu tergambar pada fungsi budgetair pajak yang merupakan fungsi utama pajak, disamping fungsi pendukung yaitu fungsi regulerend. Fungsi budgetair pajak yaitu fungsi dalam mana pajak dipergunakan sebagai alat untuk memasukkan dana secara optimal ke Kas Negara berdasarkan Undang-Undang Perpajakan yang berlaku. Disebut fungsi utama karena fungsi inilah yang secara historis pertama kali timbul. Berdasarkan fungsi ini, pemerintah yang membutuhkan dana untuk membiayai berbagai kepentingan memungut pajak dari penduduknya.
Optimalisasi pemasukan dan ke Kas Negara tidak hanya tergantung kepada fiskus saja atau kepada Wajib Pajak saja, akan tetapi kepada kedua-duanya berdasarkan Undang-undang Perpajakan yang berlaku. Di samping itu ada beberapa faktor lain yang ikut menentukan optimalisasi pemasukan dana ke kas negara melalui pajak, antara lain falsafah negara, Kejelasan Undang-undang dan peraturan perpajakan, Tingkat pendidikan penduduk/wajib pajak, kualitas dan kuantitas petugas pajak dan strategi yang diterapkan organisasi yang mengadministrasikan pajak

Fungsi Regulerend
Fungsi regulerend atau fungsi mengatur disebut juga fungsi tambahan yaitu suatu fungsi dalam mana pajak dipergunakan oleh pemerintah sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu. Disebut sebagai fungsi tambahan karena fungsi ini sebagai pelengkap dari fungsi utama pajak, yakni fungsi budgetair.
Fasilitas perpajakan sebagai perwujudan dari fungsi pajak regulerend yang terdapat dalam UU No. 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing juncto UU No. 11 tahun 1970 adalah Bea Meterai Modal, Bea Masuk dan Pajak Penjualan, Bea Balik Nama, Pajak Perseroan seperti kompensasi kerugian seperti yang diatur dalam pasal 7 ayat (1) Ordonansi Pajak Perseroan 1925.
Fasilitas perpajakan sebagai perwujudan dari fungsi pajak regulerend yang terdapat pada pasal 16 UU No. 11 tahun 1970 ditujukan kepada badan-badan baru yang menanam modalnya di bidang produksi yang mendapat prioritas dari Pemerintah, Menteri Keuangan berwenang memberikan pembebasan pajak perseroan untuk jangka waktu 2 (dua) tahun (masa bebas pajak) terhitung dari saat perusahaan tersebut mulai berproduksi.
Fungsi Regulerend dalam tax reform 1983 dapat ditemukan dalam memberikan kesempatan kepada koperasi supaya berkembang. Ditentukan bahwa penghasilan Koperasi dari dan untuk anggota tidak dianggap sebagai penghasilan. Juga kepada Wajib Pajak yang menanamkan modalnya di daerah terpencil dapat memperoleh kemudahan dalam penyusutan harta yang dimiliki dan dipergunakan dalam perusahaan.
Demikian pula unsur regulerend pada UU PPN 1984 dapat ditemukan tarif 0% untuk barang-barang esensial dan tarif 10% dan 35% untuk barang mewah. Dalam UU PPB 1985 dapat ditemukan ketentuan tentang pengurangan pajak karena sebab-sebab tertentu.
Selanjutnya dalam tax reform tahun 1994, dapat ditemukan dalam Pasal 31 A. Disebutkan bahwa “Kepada Wajib Pajak yang melakukan penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu, dapat diberikan fasilitas perpajakan yang diatur dengan peraturan pemerintah”. Pasal ini memberi wewenang yang sangat luas kepada pemerintah, karena fasilitas perpajakan yang disebutkan dalam pasal ini tidak secara limitatif atau spesifik diuraikan. Dalam perkembangannya, atas kuasa pasal 31A ini, Pemerintah dengan Peraturan Pemeritah memberikan fasilitas berupa “Pajak Penghasilan Ditanggung Pemerintah” kepada perusahaan-perusahaan tertentu. Walaupun tidak secara eksplisit fasilitas tersebut disebut sebagai tax holiday, akan tetapi pada dasarnya karena Wajib Pajak yang bersangkutan tidak akan membayar Pajak Penghasilan karena Pajak Penghasilannya ditanggung Pemerintah, maka pada hakikatnya fasilitas tersebut adalah tax holiday. Hal ini menimbulkan berbagai distorsi dan ketidakadilan dalam perpajakan. Dalam reformasi pajak tahun 2000, ketentuan yang memberikan wewenang begitu luas kepada Pemerintah berupa pemberian fasilitas pajak yang ditanggung pemerintah telah dicabut. Jenis fasilitas dirumuskan dengan jelas batasannya, spesifik dan limitatif seperti akan diuraikan di bawah ini.
Fungsi regulerend dalam tax reform 2000 diatur dalam Pasal 31A Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000, yaitu; “kepada Wajib Pajak yang melakukan penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan atau daerah tertentu dapat diberikan fasilitas perpajakan dalam bentuk: (a) pengurangan penghasilan neto paling tinggi 30% (tiga puluh persen dari jumlah penanaman yang dilakukan; (b). penyusutan dan amortisasi yang dipercepat; (c). kompensasi kerugian yang lebih lama tetapi tidak lebih dari 10 (sepuluh) tahun; dan (d). pengenaan Pajak Penghasilan atas dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 sebesar 10% (sepuluh persen), kecuali apabila tarif menurut perjanjian perpajakan yang berlaku menetapkan lebih rendah.
Penggolongan Pajak
Dalam berbagai literatur llmu Keuangan Negara dan Pengantar llmu Hukum Pajak terdapat pembedaan atau penggolongan pajak (classes of taxes, kind of taxes) serta jenis-jenis pajak. Pembedaan atau penggolongan tersebut didasarkan pada suatu kriteria, seperti siapa yang membayar pajak; siapa yang pada akhirnya memikul beban pajak; apakah beban pajak dapat dilimpahkan/dialihkan kepada pihak lain atau tidak; siapa yang memungut; serta sifat-sifat yang melekat pada pajak yang bersangkutan. Pada umumnya pajak digolongkan atas beberapa bagian seperti Pajak Langsung dan Pajak Tidak Langsung, penggolongan pajak pusat dan pajak daerah, menurut golongan pajak, pajak subjektif dan objektif serta menurut pajak pribadi atau menurut pajak kebendaan. OECD juga membuat penggolongan tersendiri atas kriteria tertentu.

Jenis Pajak
Menurut beberapa literatur pajak, terdapat beberapa jenis “pajak”, khususnya yang ditemukan di negara Amerika Serikat seperti gasoline tax, poll tax, death tax yang terdiri dari estate tax dan inheritance tax, excise tax, ad- naturam ( specific tax) dan advalorem tax.
Selain itu, di beberapa negara dapat ditemukan berbagai macam pungutan yang menggunakan nama “tax”, walaupun per definisi, khususnya karena adanya unsur kontraprestasi, nama pungutan tersebut bukanlah pajak. Bahkan sebenarnya adanya pungutan-pungutan yang erat kaitannya dengan kontraprestasi, yakni adanya izin atau layanan dari pihak pemerintah kepada mereka yang membutuhkan adanya izin atau layanan tersebut. Sehingga jika dikaji lebih lanjut, sebenarnya sebagian dari “tax” tersebut pada hakikatnya termasuk dalam pengertian retribusi. Ciri utama dari retribusi adalah adanya imbalan seperti yang tersimpul dari slogan: no servie no charge. Yang artinya tiada layanan (dari Pemerintah) maka tidak akan ada pembayaran retribusi.
Abattoir tax, atau disebut slaughtering tax, yakni pungutan yang dikenakan kepada setiap hewan yang dipotong. Pungutan ini bermaksud baik sebagai pungutan atas jasa dan peristiwa pemotongan maupun sebagai pungutan semi mewah, khususnya di negara-negara yang tidak mengkonsumsi daging hewan. Advertising tax, adalah pungutan atas reklame, iklan atau bentuk promosi lainnya yang biasanya ditempatkan di luar ruang. Airport tax, adalah pungutan yang dikenakan terhadap penumpang yang akan berangkat melalui bandar udara. Apprenticeship tax, adalah pungutan yang dikenakan kepada pemberi kerja di bidang usaha tertentu yang dananya diperuntukkan untuk latihan dan magang. Appropriated tax, adalah pungutan yang dananya direncanakan untuk membiayai aktivitas atau area tertentu, misalnya apprenticeship tax. Bicycle tax, adalah pungutan terhadap penggunaan sepeda yang di Indonesia disebut ‘pening’ sepeda. Branch tax, Branch Profit Tax, Branch Earning Tax, adalah pajak yang dikenakan terhadap laba setelah dikurangi Pajak Penghasilan di Indonesia. Yang diterima/diperoleh kantor Cabang perusahaan di dalam negeri yang kantor pusatnya berada di luar negeri. Kantor Cabang yang demikian disebut BUT=Bentuk Usaha Tetap atau Permanent Establishment (istilah bahasa Inggris) atau Vaste Inrichting (istilah bahasa Belanda).Capital Acquisition Tax, adalah suatu jenis pajak yang dipungut di Irlandia terhadap hibah dan warisan. Capital Gain Tax, adalah pajak yang dikenakan terhadap laba yang diperoleh atas penjualan atau pengalihan harta. Di beberapa negara jenis pajak ini dikenakan tersendiri di luar pajak penghasilan. Di Indonesia, capital gain tax sudah termasuk dalam Pajak Penghasilan yakni sebagaimana yang diatur dalam pasal 4 ayat 1 huruf d UU PPh 1994. Capital Transfer Tax, adalah pajak yang dikenakan di Inggris terhadap pemberian antara keluarga, atau pengggantian pada waktu kematian. Sejak tahun 1985 jenis pajak ini diganti dengan inheritance tax (pajak atau warisan).
SELENGKAPNYA - APA ITU PAJAK